Saya memposting tulisan ini karena beberapa hari ke depan usia saya akan berkurang kembali. Dan masih dalam perenungan akan hakikat ulang tahun. Akhirnya searchinglah bertanya pada mbah google apa sih ulang tahun itu?
Sering kita dengan kata-kata ulang tahun namun sedikit sekali yang memahami makna dari ulang tahun itu sendiri. buktinya apa jika kita tidak memaknai dan memahami hakikat ulang tahun itu? ini terlihat dari sikap dan perilaku kita terhadap diri kita, keluarga dan masyarakat. Apakah semakin baik atau semakin buruk. apakah begitu-gitu saja atau jauh lebih baik.
Semoga postingan kali ini bermanfaat bagi diri saya pribadi.
Kita mulai dari Hukum Perayaan Ulang Tahun dalam Islam.
Saya menemukan artikel yang sesuai untuk menjelaskan tentang hal ini, silahkan disimak.
Al-Lajnah
ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal Ifta’ yang saat itu diketuai1 oleh
Samahatusy Syaikh Abdul Aziz ibnu Abdillah ibnu Baz t menjawab beberapa
pertanyaan berikut ini.
Ada
saudara-saudara kami, kaum muslimin, yang menyelenggarakan perayaan ulang tahun
untuk diri mereka dan anak-anak mereka. Apa sebenarnya pandangan Islam dalam
masalah “ulang tahun” ini?
Jawab:
Asal dalam perkara ibadah adalah tauqif/berhenti di atas nash (dalil Al-Qur’an
dan as-Sunnah). Oleh karena itu, seseorang tidak boleh melakukan ibadah yang
tidak disyariatkan oleh Allah , berdasar sabda Nabi dalam hadits yang sahih:
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengada-adakan sesuatu dalam perkara kami ini padahal bukan bagian
darinya maka amalan yang diada-adakan itu tertolak.”
Demikian pula sabdanya n:
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ علَيْهَا أمرنا فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengamalkan satu amalan yang tidak di atas perintah kami maka
amalan tersebut tertolak.”
Perayaan ulang tahun adalah satu macam ibadah yang diada-adakan dalam agama
Allah . Dengan demikian, memperingati ulang tahun siapa pun tidak boleh
dilakukan, bagaimanapun kedudukan atau perannya dalam kehidupan ini. Makhluk
yang paling mulia dan rasul yang paling afdhal yaitu Muhammad ibnu Abdillah ,
tidak pernah dihafal berita dari beliau yang menyatakan bahwa beliau mengadakan
perayaan hari kelahirannya. Tidak pula beliau memberi arahan kepada umatnya
untuk merayakan dan memperingati ulang tahun beliau .
Kemudian, orang-orang yang paling afdhal dari umat ini setelah Nabi , yaitu
para khalifah umat ini dan para sahabat Rasulullah , tidak ada berita bahwa
mereka memperingati ulang tahunnya atau ulang tahun salah seorang dari mereka,
semoga Allah meridhai mereka semuanya.
Perlu selalu dicamkan bahwa kebaikan adalah dengan mengikuti petunjuk mereka
dan mengikuti urusan yang lurus/tegak yang diperoleh dari madrasah Nabi mereka.
Ditambah lagi, dalam bid’ah yang satu ini ada unsur tasyabbuh
(meniru/menyerupai) perbuatan Yahudi dan Nasrani, serta orang-orang kafir
selain mereka dalam hal perayaan-perayaan yang mereka ada-adakan. Wallahul
musta’an.
(Fatwa no. 2008, kitab Fatawa al-Lajnah ad-Daimah lil Buhuts al-Ilmiyyah wal
Ifta’, 3/83—84)
Istri saya biasa mengadakan acara tahunan untuk putra saya bertepatan dengan
hari kelahirannya yang diistilahkan hari ulang tahun. Dalam acara ini
disediakan beraneka makanan dan diletakkan lilin (di atas kue tart) sejumlah
umur si anak. Di awal acara, si anak diminta meniup semua lilin yang dinyalakan
tersebut, setelahnya barulah acara dimulai. Apa hukum syariat dalam perbuatan
semacam ini?
Jawab:
Tidak boleh membuat acara ulang tahun untuk seorang pun karena hal itu bid’ah,
padahal telah pasti sabda Rasulullah :
مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ رَدٌّ
“Siapa yang mengada-adakan dalam urusan/perintah/perkara kami ini apa yang
bukan bagiannya maka yang diada-adakan itu tertolak.”
Juga karena acara ulang tahun itu tasyabbuh terhadap orang-orang kafir, padahal
Nabi telah bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk golongan mereka.”
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Nah sekarang kita semua tahun bahwa perayaan ulang tahun dalam Islam adalah bid'ah -sesuatu perkara yang diada-adakan- . Sekarang kita juga harus mengetahui asal usul dari ulang tahun itu dari mana agar lebih jelasnya silahkan simak artikel di bawah ini.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Dewasa ini, banyak masyarakat kita yang merayakan ulang
tahun tanpa mengetahui asal-usulnya. Berbagai model makanan dan minuman mereka
siapkan, aneka macam perhiasan mereka pajang, berbagai kalangan mereka undang.
Semua itu hanya untuk satu tujuan, merayakan hari kelahiran yang merupakan hari
bersejarah dalam kehidupan mereka.
Memang, tidak banyak orang yang mengetahui sejarah ulang
tahun. Mayoritas diantara kita yang suka merayakan ulang tahun alasannya hanya
mengikuti tradisi orang-orang sebelum kita. Lantas, apakah ulang tahun itu ada
sejarahnya? Atau ia hanya media bagi orang-orang Barat untuk memalingkan umat
Islam dari ajaran syariat mereka? Sebelum menjawab pertanyaan
ini, ada baiknya kita simak pemaparan berikut ini.
Sejarah Ulang Tahun
Tradisi pesta ulang tahun pertama kali dimulai di Eropa.
Diawali dengan adanya ketakutan akan datangnya roh jahat tatkala seseorang
berulang tahun. Sebagai langkah proteksi, diundanglah teman-teman dan keluarga
saat seseorang berulang tahun agar mereka memberikan do`a dan pengharapan yang
baik bagi yang berulang tahun. Mereka juga memberikan kado kepada orang yang
berulang tahun. Hal ini dipercaya dapat memberikan rasa gembira kepadanya
sehingga dapat menghalau roh-roh jahat tersebut.
Banyak simbol yang diasosiasikan dengan ulang tahun sejak
ratusan tahun silam, misalnya kue. Mengapa perayaan ulang tahun harus
menggunakan kue? Salah satu cerita menyebutkan karena waktu dulu bangsa Yunani
menggunakan kue untuk persembahan ke kuil dewa bulan, Artemis. Mereka
menggunakan kue berbentuk bulat yang mempresentasikan bulan purnama.
Cerita lainnya tentang kue ulang tahun yang bermula di
Jerman yang disebut sebagai “Gerbutstagorten” adalah salah satu tipe kue ulang
tahun yang biasa digunakan saat ulang tahun. Kue ini adalah kue dengan beberapa
layer yang rasanya lebih manis dari kue berbahan roti.
Simbol lain yang selalu menyertai kue ulang tahun adalah
penggunaan lilin ulang tahun yang biasa diletakkan di atas kue. Orang Yunani
yang mempersembahkan kue mereka kepada dewa Artemis juga meletakkan lilin-lilin
di atasnya agar membuat kue tersebut terlihat terang menyala seperti bulan.
Beberapa orang menyatakan bahwa lilin diletakkan dengan
alasan keagamaan. Beberapa orang Jerman meletakkan lilin besar di tengah-tengah
kue mereka sebagai pertanda terangnya kehidupan. Sebagian lagi percaya bahwa
asap dari lilin tersebut akan membawa pengharapan mereka ke surga.
Saat ulang tahun mereka juga meniup semua lilin yang ada
disitu sambil mengucapkan pengharapan di dalam hati. Mereka melakukan semua itu
karena percaya bahwa meniup semua lilin yang ada dalam satu embusan akan
membawa nasib baik. Pesta ulang tahun biasanya diadakan supaya orang yang ulang
tahun dapat meniup lilinnya.
Seperti yang sudah disampaikan sebelumnya bahwa pesta
ulang tahun diadakan pada kali pertama dengan tujuan untuk mengusir roh jahat
yang mengganggu orang yang berulang tahun. Itulah yang mereka sangkakan
sehingga mereka mengadakan pesta dan mengundang teman dan kerabat agar roh-roh
jahat tidak jadi mengganggu yang berulang tahun.
Selanjutnya, pesta ulang tahun mengalami perkembangan dan
penambahan, diantaranya keluarga dan teman yang diundang datang sambil membawa
kado atau bunga untuk diberikan kepada orang yang berulang tahun. Jika orang
yang diundang tidak bisa menghadiri pesta ulang tahun, biasanya mereka
mengirimkan kartu ucapan selamat ulang tahun. Tradisi mengirimkan kartu ucapan
dimulai di Inggris sekitar 100 tahun yang lalu.
Itulah sejarah ulang tahun yang tujuan dan motifnya jelas
berseberangan dengan ajaran syariat Islam. Selanjutnya, sebagai seorang Muslim,
bagaimana kita menyikapi fenomena yang sudah menjamur di masyarakat ini? Kalau
kita telisik lebih jauh, ada perbedaan pendapat dari beberapa ‘ulama dalam
menyikapi perayaan ulang tahun. Sebagian diantara mereka ada yang melarang dan
sebagian lagi membolehkannya.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
wah-wah sudah jelas sekali bahwa ulang tahun itu beasal dari kebiasaan orang eropa yang notabennya buka Islam. Disini saya hanya mencoba berbagi sebuah hal yang sudah memasyarakat namun tidak sesuai dengan ajaran Islam. Semoga Allah memberikan kepada kita semua petunjuk jalan yang diridhoi-Nya. Aamiin.
Jika kita sudah tahu hukum ulang tahun dalam Islam dan juga asal usulnya, lalu bagaimana sikap kita dalam berulang tahun?
Silahkan simak tulisan di bawah ini
Ada hari yang dirasa
spesial bagi kebanyakan orang. Hari yang mengajak untuk melempar jauh ingatan
ke belakang, ketika saat ia dilahirkan ke muka bumi, atau ketika masih dalam
buaian dan saat-saat masih bermain dengan ceria menikmati masa kecil. Ketika
hari itu datang, manusia pun kembali mengangkat jemarinya, untuk menghitung
kembali tahun-tahun yang telah dilaluinya di dunia. Ya, hari itu disebut dengan
hari ulang tahun.
Nah sekarang,
pertanyaan yang hendak kita cari tahu jawabannya adalah: bagaimana sikap yang
Islami menghadapi hari ulang tahun?
Jika hari ulang tahun
dihadapi dengan melakukan perayaan, baik berupa acara pesta, atau makan besar,
atau syukuran, dan semacamnya maka kita bagi dalam dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, perayaan tersebut dimaksudkan dalam rangka ibadah. Misalnya
dimaksudkan sebagai ritualisasi rasa syukur, atau misalnya dengan acara
tertentu yang di dalam ada doa-doa atau bacaan dzikir-dzikir tertentu. Atau
juga dengan ritual seperti mandi kembang 7 rupa ataupun mandi dengan air biasa
namun dengan keyakinan hal tersebut sebagai pembersih dosa-dosa yang telah
lalu. Jika demikian maka perayaan ini masuk dalam pembicaraan masalah bid’ah.
Karena syukur, doa, dzikir,
istighfar (pembersihan dosa), adalah bentuk-bentuk ibadah dan ibadah tidak
boleh dibuat-buat sendiri bentuk ritualnya karena merupakan hak paten Allah dan
Rasul-Nya. Sehingga kemungkinan pertama ini merupakan bentuk yang dilarang
dalam agama, karena Rasul kita Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,
مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
“Orang yang melakukan
ritual amal ibadah yang bukan berasal dari kami, maka amalnya tersebut tertolak” [HR. Bukhari-Muslim]
Perlu diketahui juga,
bahwa orang yang membuat-buat ritual ibadah baru, bukan hanya tertolak
amalannya, namun ia juga mendapat dosa, karena perbuatan tersebut dicela oleh
Allah. Sebagaimana hadits,
أَنَا فَرَطُكُمْ عَلَى الْحَوْضِ ، لَيُرْفَعَنَّ إِلَىَّ رِجَالٌ مِنْكُمْ حَتَّى إِذَا أَهْوَيْتُ لأُنَاوِلَهُمُ اخْتُلِجُوا دُونِى فَأَقُولُ أَىْ رَبِّ أَصْحَابِى . يَقُولُ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ
“Aku akan mendahului
kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara
kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh,
mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’
Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka
buat sesudahmu.’ “ (HR. Bukhari no.
7049)
Kemungkinan kedua, perayaan ulang tahun ini dimaksudkan tidak dalam rangka
ibadah, melainkan hanya tradisi, kebiasaan, adat atau mungkin sekedar have fun.
Bila demikian, sebelumnya perlu diketahui bahwa dalam Islam, hari yang
dirayakan secara berulang disebut Ied, misalnya Iedul Fitri, Iedul Adha, juga
hari Jumat merupakan hari Ied dalam Islam. Dan perlu diketahui juga bahwa
setiap kaum memiliki Ied masing-masing. Maka Islam pun memiliki Ied sendiri.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
إن لكل قوم عيدا وهذا عيدنا
“Setiap kaum memiliki
Ied, dan hari ini (Iedul Fitri) adalah Ied kita (kaum Muslimin)” [HR. Bukhari-Muslim]
Kemudian, Ied milik
kaum muslimin telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya hanya ada 3 saja, yaitu
Iedul Fitri, Iedul Adha, juga hari Jumat. Nah, jika kita mengadakan hari
perayaan tahunan yang tidak termasuk dalam 3 macam tersebut, maka Ied milik
kaum manakah yang kita rayakan tersebut? Yang pasti bukan milik kaum muslimin.
Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,
من تشبه بقوم فهو منهم
“Orang yang meniru
suatu kaum, ia seolah adalah bagian dari kaum tersebut” [HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Hibban]
Maka orang yang
merayakan Ied yang selain Ied milik kaum Muslimin seolah ia bukan bagian dari
kaum Muslimin. Namun hadits ini tentunya bukan berarti orang yang berbuat
demikian pasti keluar dari statusnya sebagai Muslim, namun minimal mengurangi
kadar keislaman pada dirinya. Karena seorang Muslim yang sejati, tentu ia akan
menjauhi hal tersebut. Bahkan Allah Ta’ala menyebutkan ciri hamba Allah yang
sejati (Ibaadurrahman) salah satunya,
والذين لا يشهدون الزور وإذا مروا باللغو مروا كراما
“Yaitu orang yang tidak
ikut menyaksikan Az Zuur dan bila melewatinya ia berjalan dengan wibawa” [QS. Al Furqan: 72]
Rabi’ bin Anas dan
Mujahid menafsirkan Az Zuur pada ayat di atas adalah perayaan milik kaum
musyrikin. Sedangkan Ikrimah menafsirkan Az Zuur dengan permainan-permainan
yang dilakukan adakan di masa Jahiliyah.
Jika ada yang berkata
“Ada masalah apa dengan perayaan kaum musyrikin? Toh tidak berbahaya jika kita
mengikutinya”. Jawabnya, seorang muslim yang yakin bahwa hanya Allah lah
sesembahan yang berhak disembah, sepatutnya ia membenci setiap penyembahan
kepada selain Allah dan penganutnya. Salah satu yang wajib dibenci adalah
kebiasaan dan tradisi mereka, ini tercakup dalam ayat,
لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Kamu tidak akan
mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya” [QS. Al Mujadalah: 22]
Kemudian Syaikh
Muhammad bin Shalih Al Utsaimin -rahimahllah- menjelaskan : “Panjang umur bagi
seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai
keridhaan Allah dan ketaatanNya. Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang
umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia
yang panjang umurnya dan buruk amalannya.
Karena itulah,
sebagian ulama tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara
mutlak. Mereka kurang setuju dengan ungkapan : “Semoga Allah memanjangkan
umurmu” kecuali dengan keterangan “Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan”
atau kalimat yang serupa. Alasannya umur panjang kadang kala tidak baik bagi
yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang
buruk -semoga Allah menjauhkan kita darinya- hanya akan membawa keburukan
baginya, serta menambah siksaan dan malapetaka” [Dinukil dari terjemah Fatawa
Manarul Islam 1/43, di almanhaj.or.id]
Jika demikian, sikap
yang Islami dalam menghadapi hari ulang tahun adalah: tidak mengadakan perayaan
khusus, biasa-biasa saja dan berwibawa dalam menghindari perayaan semacam itu.
Mensyukuri nikmat Allah berupa kesehatan, kehidupan, usia yang panjang, sepatutnya
dilakukan setiap saat bukan setiap tahun. Dan tidak perlu dilakukan dengan
ritual atau acara khusus, Allah Maha Mengetahui yang nampak dan yang
tersembunyi di dalam dada. Demikian juga refleksi diri, mengoreksi apa yang
kurang dan apa yang perlu ditingkatkan dari diri kita selayaknya menjadi
renungan harian setiap muslim, bukan renungan tahunan.
Wallahu’alam.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Demikianlah uraian singkat seputar Ulang tahun, semoga bermanfaat untuk kita semua. Dan kita menjadi lebih dekat dengan Allah melalui ajaran Rasulullah SAW.